expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Asslamu'alaikum

Welcome to my blog^^
I just try to make this blog, enjoy it...

Senin, 10 Oktober 2011

DIFTERI

Hari ini, Senin 10 oktober 2011 puskesmasku "geger" karena ada suspect penderita difteri. Suspect adalah seorang bayi berumur 15 bulan. Awalnya keluarganya memeriksakannya ke Bidan Desa setempat, karena panas tinggi kemudian dirujuk ke dokter spesialis di kota. Diagnosa dokter, pasien tersebut menderita difteri, kemudian bayi tersebut MRS...Sekali lagi ini masih suspect, dan untuk memastikannya sampel penderita masih dikirim ke Surabaya......
Sebenarnya apa sih Difteri itu???
Difteri merupakan salah satu penyakit yang menular (contagious diseases). Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/tenggorokan) dan laring. Kuman ini juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan keru-sakan saraf dan jantung. Namun, kasus ini jarang terjadi. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh carrier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Difteri terdapat di seluruh dunia dan sering terdapat dalam bentuk wa-bah. Penderita difteri umumnya anak-anak usia di bawah 15 tahun teruta-ma usia 1-9 tahun. Dilaporkan 10% kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-anak muda. Bakteri ini umumnya di-temukan di daerah beriklim sedang atau di iklim tropis, tetapi juga dapat ditemukan di bagian lain dunia. Penyakit ini juga dijumpai pada da-erah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Difteri sudah diang-gap tidak ada di Indonesia, sehingga satu kejadian saja sudah dianggap sebagai KLB (Kejadian Luar Biasa).  Penyakit ini dapat dicegah dengan melakukan imunisasi dengan meng-gunakan DPT.



Tanda dan gejala

Tanda dan gejala difteri meliputi, sakit tenggorokan dan suara serak, nyeri saat menelan, pembengkakan kelenjar (kelenjar getah bening membesar) di leher, dan terbentuknya sebuah membran tebal abu-abu menutupi tenggorokan dan amandel, sulit bernapas atau napas cepat, demam, dan menggigil.
Tanda dan gejala biasanya mulai muncul 2-5 hari setelah seseorang menjadi terinfeksi. Orang yang terinfeksi C. Diphtheria seringkali tidak merasakan sesuatu atau tidak ada tanda-tanda dan gejala sama sekali.
Orang yang terinfeksi namun tidak menyadarinya dikenal sebagai carier (pembawa) difteri. Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderita maupun sebagai carier.
Tipe kedua dari difteri dapat mempengaruhi kulit, menyebabkan nyeri kemerahan, dan bengkak yang khas terkait dengan infeksi bakteri kulit lainnya. Sementara itu pada kasus yang jarang, infeksi difteri juga mempengaruhi mata.

and then mari kita kenal lebih jauh Corynebacterium diphteriae :

Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphteriae, kuman ini dikenal juga dengan sebagai basil Klebs-Löffler, karena ditemukan pada tahun 1884 oleh bakteriolog Jerman, Edwin Klebs (1834-1912) dan Friedrich Löffler (1852-1915). Ada tiga strain C. diphtheriae yang berbe-da yang dibedakan oleh tingkat kepa-rahan penyakit mereka yang disebab-kan  pada manusia yaitu gravis, inter-medius, dan mitis. Ketiga subspesies sedikit berbeda dalam morfologi kolo-ni dan sifat-sifat biokimia. Perbedaan virulensi dari tiga strain dapat dikait-kan dengan kemampuan relatif mere-ka untuk memproduksi toksin difteri (baik kualitas dan kuantitas), dan ting-kat pertumbuhan masing-masing. Strain gravis memiliki waktu generasi (in vitro) 60 menit; strain intermedius memiliki waktu generasi sekitar 100 menit, dan mitis memiliki waktu gene-rasi  sekitar 180 menit. Dalam teng-gorokan (in vivo), tingkat pertum-buhan yang lebih cepat memungkin-kan organisme untuk menguras pa-sokan besi lokal lebih cepat dalam menyerang jaringan.


A. Klasifikasi
Kingdom                  : Bakteri
Filum                       : Actinobacteria
Kelas                       : Actinobacteria
Order                       : Actinomycetales
Keluarga                  : Corynebacteriaceae
Genus                      : Corynebacterium
Spesies                    : C. diphtheriae
Sub spesies             : 
 a. C. diptheriae gravis
 b. C. diptheriae mitis
 c. C.diptheriae intermedius

B. Morfologi
Bakteri ini berbentuk batang ramping berukuran 1,5-5 um x 0,5-1 um, tidak berspora, tidak bergerak, terma-suk Gram positif, memiliki banyak bentuk (polymorph), memfermentasi glukosa, menghasilkan eksotoksin, dan tidak tahan asam. Bersifat anaerob fakultatif, namun pertumbuhan maksimal diperoleh pada suasana aerob.
Ciri khas Cdiphteriae adalah pembengkakan tidak teratur pada salah satu ujungnya, yang menghasilkan bentuk seperti "gada" (club shape) (Gambar 3.)Di dalam batang tesebut (sering di dekat ujung) secara tidak beraturan tersebar granula-granula. Granula ini di-kenal dengan nama granula metakromatik Babes-Ernest. Dengan pewarnaan Neisser, tubuh bakteri ber-warna kuning atau coklat muda sedangkan granulanya berwarna biru violet. Preparat yang dibuat langsung dari spesimen yang baru diambil dari pasien, letak bakteri seperti  huruf-huruf  L, V, W, atau tangan  yang  jarinya terbuka atau sering dikenal sebagai susunan sejajar/paralel/palisade/sudut tajam huruf  V, L, Y/tulisan Cina.

C. Patofisiologi
Di alam, C. diphtheriae terdapat dalam saluran pernapasan, dalam luka-luka, pada kulit orang yang terinfeksi, atau orang normal yang membawa bakteri. Bakteri disebarkan melalui droplet atau kontak dengan individu yang peka. Setelah manusia terpajan, bakteri kemudian tumbuh pada selaput mukosa atau kulit yang lecet, dan bakteri mulai menghasilkan toksin. Di dalam tubuh pembentukan toksin oleh bakteri dipengaruhi oleh kadar besi dalam tubuh, tekanan osmotik, kadar asam amino, pH, dan tersedianya sumber-sumber karbon dan nitrogen yang cocok di dalam tubuh.
Toksin difteri adalah polipeptoda tidak tahan panas (BM 62.000) yang dapat mematikan pada dosis 0,1 µg/kg. Bila ikatan disulfida dipecah, molekul dapat terbagi menjadi 2 fragmen, yaitu fragmen A dan fragmen B. Fragmen B tidak mempunyai aktivitas tersendiri, tetapi diperlukan untuk pemindahan fragmen A ke dalam sel. Fragmen A menghambat pemanjangan rantai polipep-tida (jika ada NAD) dengan menghentikan aktivitas fak-tor pemanjangan EF-2. Faktor ini diperlukan untuk translokasi polipeptidil- RNA transfer dari akseptor ke tempat donor pada ribosom eukariotik. Fragmen toksin A menghentikan aktivitas EF-2 dengan mengkatalisis reaksi yang menghasilkan nikotin-amid bebas ditambah suatu kompleks adenosin difosfat-ribosa-EF-2 yang tidak aktif. Diduga bahwa efek nekrotik dan neurotoksik toksin difte-ria disebabkan oleh peng-hentian sintesis protein yang mendadak.
Toksin C. diphtheriae di-absorbsi ke dalam selaput mukosa dan menyebabkan dekstruksi epitel dan respon peradangan superfisial. Epi-tel yang mengalami nekrosis tertanam dalam eksudat fib-rin dan sel-sel darah merah dan putih, sehingga mem-bentuk pseudomembran berwarna kelabu yang sering me-lapisi tonsil, faring, atau laring (Gambar 4). Setiap usaha untuk membuang pseudomembran akan merusak kapiler dan mengakibatkan perdarahan. Kelenjar getah bening regional pada leher membesar, dan dapat terjadi edema yang nyata di seluruh leher (Gambar 1.). Toksin ini diabsorbsi dan mengakibatkan kerusakan di tempat yang jauh, khususnya degenerasi parenkim, infiltrasi lemak, dan nekrosis otot jantung, hati, ginjal, dan adrenal, kadang-kadang diikuti oleh perdarahan hebat. Toksin juga dapat mengakibatkan kerusakan syaraf.
Virulensi C. diphtheriae  disebabkan karena kemam-puannya untuk menimbulkan infeksi, tumbuh cepat, dan kemudian dengan cepat mengeluarkan toksin yang diab-sorbsi secara efektif. C. diphtheriae  tidak secara aktif menginvasi jaringan dalam dan praktis tidak pernah ma-suk ke peredaran darah.

D. Gambaran klinis
Masa inkubasi difteri adalah 2-5 hari  (jangkauan, 1-10 hari). Untuk tujuan klinis, akan lebih mudah untuk mengklasifikasikan difteri menjadi beberapa manifestasi, tergantung pada tempat penyakit.
1. Anterior nasal difteri: Biasanya ditandai dengan keluarnya cairan hidung mukopurulen (berisi lendir dan nanah) yang mungkin darah menjadi kebiruan. Penyakit ini cukup ringan karena penyerapan sistemik toksin di lokasi ini, dan dapat diakhiri dengan cepat oleh antitoksin dan terapi antibiotik.
2. Pharyngeal dan difteri tonsillar: Tempat yang paling umum adalah infeksi faring dan tonsil. Awal gejala ter-masuk malaise, sakit tenggorokan, anoreksia, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Pasien bisa sembuh jika toksin diserap. Komplikasi jika pucat, denyut nadi cepat, pingsan, koma, dan mungkin mati dalam jangka waktu 6 sampai 10 hari. Pasien dengan penyakit yang parah dapat ditandai terjadinya edema pada daerah submandibular dan leher anterior bersama dengan limfadenopati.
3. Difteri laring: Difteri laring dapat berupa perpan-jangan bentuk faring. Gejala termasuk demam, suara serak, dan batuk menggonggong. membran dapat menyebabkan obstruksi jalan napas, koma, dan kematian.
4. Difteri kulit: Difteri kulit cukup umum di daerah tropis. Infeksi kulit dapat terlihat oleh ruam atau ulkus dengan batas tepi dan membran yang jelas.

E. Pemeriksaan C. diphteriae (Praanalitik)
1.  Pengambilan spesimen
     a. Peralatan dan bahan
  1). Peralatan: Spatula lidah
  2). Bahan:
- Lidi kapas steril
- Media transport (Amies / Stuart Media)
- Media isolasi (Agar darah, Agar Cystin Tellurite, Agar Loeffler)
- Pewarna Gram dan Neisser
     b. Prosedur pengambilan
- Penderita duduk (kalau anak-anak dipangku),
- Penderita diminta membuka mulut,
- Lidah ditekan dengan spatula lidah,
- Masukkan lidi kapas yang sudah dibasahi dengan saline steril hingga menyentuh dinding belakang faring,
- Usap kekiri dan kanan dinding belakang faring dan tonsil lalu tarik keluar dengan hati-hati, tanpa menyentuh bagian mulut yang lain,
Masukkan lidi kapas ke dalam media transport atau langsung tanam pada media isolasi (Agar darah, Agar Cystin Tellurite, Agar Loeffler) dan di buat preparat.
     c. Pemberian identitas
1). Formulir permintaan pemeriksaaan  
Surat pengantar/formulir permintaan pemeriksaan laboratorium sebaiknya memuat secara lengkap:
- Tanggal permintaan
- Tanggal dan jam pengambilan spesimen
- Identitas pasien (nama,umur, jenis kelamin, alamat, nomor urut laboratorium)
- Identitas pengirim (nama, alamat, nomor telepon)
-  Identitas spesimen (jenis, volume, lokasi pengambilan)
- Pemeriksaan laboratorium yang diminta
- Nama pengambil spesimen
- Media transport yang digunakan
- Keterangan klinis: diagnosis atau riwayat singkat penyakit, riwayat pengobatan.
2). Label
Wadah spesimen yang dikirim ke laboratorium diberi label yang harus memuat:
a).Tanggal pengambilan spesimen
b). Identitas pasien
c). Jenis spesimen
    
2.  Penyimpanan spesimen
   Bila spesimen tidak dapat di simpan pada hari yang sama, spesimen disimpan dalam refrigerator (2-8°C).    
    
3.  Pengiriman spesimen
   Pengiriman spesimen dilakukan dengan menggunakan cool box (2-8°C), kecuali jika waktu yang diperlukan kurang dari 24 jam.
Setelah spesimen tiba di laboratorium, maka spesimen harus segera diperiksa. Pemeriksaan berupa pewarna-an preparat, isolasi dengan cara kultur, dan identifikasi dengan uji biokimia. 


dikutip dari :

2 komentar:

  1. Byuuh byuuuh...pembukaane langsung DIpteri....hiiiiiiiiiiiiiiiiiii medeniiii

    BalasHapus
  2. wkwkwk, lha inspirasiku wingi pas iku koq,,hahaha:D

    BalasHapus